Mediasenior|PematangSiantar|Sport|15092024
---- Pengamat Tinju dan wartawan olahraga senior Mahfudin
Nigara menilai ada sebuah kesalahan fatal pada keputusan wasit dan juri yang
bertugas memimpin dan menilai pertandingan tinju Pekan Olahraga Nasional (PON)
XXI Aceh Sumut, pada partai Rusdianto Suku (Lampung) dan Joshua Vargas (Sumut).
Dengan tegas M Nigara yang juga menyaksikan langsung
pertandingan tersebut lewat siaran live streaming mengatakan sewajarnya petinju
Lampung menang dengan nilai 30-27.
Dalam percakapan WhatsApp
dengan Amalsyah Ketua Harian KONI Lampung, M Nigara memerinci apa yang
seharusnya diputuskan tim hakim dan wasit yang bertugas.
“Wasit Royke Waney
ini yg bikin ricuh PON Papua 2021
waktu Pertandingan Final Jateng Vs Papua..” tulis M Nigara.
M Nigara heran wasit yang memimpin pertandingan ini pada
PON Papua dengan keputusannya yang kontroversial kok masih dipakai. “Harusnya dihukum bila memungkinkan di pidana
karena jika diyakini ada permainan.”
tambahnya.
Dengan percakapan dan penilaian ini M Nigara memberikan
ulasannya tentang penilaian wasit yang dinilai tidak wajar.
Menurutnya kemenangan ada dipihak Lampung, karena
beberapa kontroversi, jadi keputusannya berbalik.
Menurut Mahfuddin, yang menganalisa penilai wasit dan
hakim pada ronde pertama dengan nilai 10-8, ronde kedua dan ketiga 10-10.
“Jika formasi penilaiannya seperti itu, dianggap draw
meskipun petinju Sumut jelas dua kali jatuh dan sempat sekali dihitung. Namun
untuk tindakan membuang-buang waktu dengan membuang gumshield, seharus
dikurangi nilainya 1. Dengan begitu, Lampung menang dengan 30-27.” Terang M
Nigara kepada Ketua Harian KONI Lampung.
Tampil wajar saja
Sementara Amalsyah mengatakan bahwa penilaian yang jujur
seperti itu seharusnya dikedepankan. Oleh karena olahraga adalah sportivitas
nyawanya.
“Kalau sudah tidak sportif, lalu apalagi yang diharapkan
dari olahraga ini. Tiga petinju Lampung kalah dalam sehari, dengan berbagai
kontroversinya, ini merupakan ujian berat bagi kontingen Lampung. Tetapi kita
masih punya Nabila Maharani yang Senin esok bertanding, dan diharapkan menjadi
satu potensi medali emas.” Kata Amalsyah via selulernya, Minggu 15 September
2024.
Amalsyah mengingatkan kontingen tinju Lampung agar
bersabar dan sementara ini melupakan kontroversi tersebut, dan langsung fokus pada
partai Nabila besok.
“Nabila bermain wajar saja sesuai dengan pola bermainnya
dan tidak terpengaruh situasinya saat ini. Nabila harus mampu memberikan
penampilan terbaiknya. Penilaian serahkan pada juri dan hakim. Jangan berfikir
soal wasit dan hakim. Main yang terbaik,” tambahnya.
Jual Beli
Sementara komentar keras juga datang dari tim monitoring
tinju Lampung Edi Purnomo yang hadir langsung di venue pertandingan tinju. Dia
prihatin dengan situasi perwasitan tinju sekarang ini.
“Saya cenderung emosiaonal melihat tiga petinju kita
dicurangi dengan berbagai cara seperti ini. Kalau soal kalah menang itu biasa
dalam pertandingan, namun kalah karena dicurangi atau menang karena mencurangi
adalah hal berbeda. Memalukan,” kata Edi.
Salah satu juri pada partai Rusdianto dan Joshua adalah
Ai Julaeha hakim asal Jawa Barat. Wasit ini disinyalir juga menjalankan misi
dalam kekalahan Rusdianto ini, karena jika Rusdianto menang, maka akan langsung
berhadapan dengan petinju Jawa Barat, dan oleh karenanya dihindari.
Satu-satunya wasit yang memberikan nilai menang kepada
petinju Sumut yang dipukul KO itu adalah Julaeha, hingga posisinya hasil
pertandingan itu draw.
Satu wasit dari Maluku Utara, Nandi nasir memberikan
nilai 29-27 untuk Lampung, tiga juri lainnya memberikan nilai seri 28-28 yakni
Gunawan (NTB), Wenny (Sumatera Selatan) dan Ricardo Latuheru dari Sulawesi
Selatan. Lalu Ai Julaeha memberikan nilai 27-29 untuk Sumut.
Melihat kenyataan ini Edi mengatakan bahwa pertandingan
tinju seperti ini identic dengan jual beli. “Saya tidak dalam rangka menuduh. Tetapi
kalau caranya begini dalam menilai petinju, maka ke depan gak usah lagi ada
pertandingan kalau hanya untuk berebut medali, tanpa mengutamakan sisi
kemanusiaan dan spotivitas. Sebaiknya sudah tawar menawar saja siapa yang
berani bayar besar untuk medali Emas, perak dan Perunggu. Gak perlu ada
pertandingan lah.” Katanya.
Dia menegaskan, bahwa biaya latihan mempersiapkan atlet
ke PON itu sangat besar. Pengorbanan atlet sangat besar dengan mengorbankan
waktu, tenaga, pikiran dan finansial.
“Terus sampai di PON hanya dipermainkan seperti ini.
Kasihan kan. Kalau tidak diperbaiki mutu wasit dan mentalitasnya, lebih baik
tinju langsung dengan tawar menawar aja. Berapa harga Emas, perak dan Perunggu,”
tambahnya. (don)
Berikan Komentar